Mereka sedang duduk di tepi sungai Seine, di bawah sebuah pohon rindang. Michel duduk bersandar pada pohon, Gadis meringkuk dengan kepala bertopang pada paha Michel. Tiada kata-kata.
Mata mereka menatap sungai yang dilalui berbagai jenis perahu, kecil dan besar. Di atasnya duduk dan berdiri begitu banyak manusia yang sedang melepas penat. Turis lokal maupun manca negara. Lalu lalangnya perahu menghidupkan sungai yang membelah kota Paris. Keceriaan para turis mencerahkan suasana.
Namun hati pasangan di bawah pohon tidak terpengaruh keceriaan itu, sama sekali. Terkadang Gadis menghela nafas, bergantian dengan Michel. Tetap tiada kata-kata. Sunyi di antara hingar bingar kebahagiaan penikmat sungai dan kota yang indah itu.
Gadis menegakkan tubuh, menatap Michel dengan dua bola mata hitamnya, sehitam rambutnya yang panjang melewati bahu. Tangan Michel menyentuh rambut legam itu, namun matanya tetap mengarah ke sungai. Gadis mengecup pipi kiri Michel yang memang menghadap langsung ke wajahnya. Michel menundukkan kepala. Gadis meraihnya, memegang kedua pipinya menengadahkan kepala Michel. Dikecupnya kening lelaki itu, dielusnya rambut pirang keriting lelaki itu, diusapnya kedua pipi lelaki itu, dengan segenap kelembutan yang ia miliki.
Michel beranjak dari duduknya. Diraihnya tangan kanan Gadis. Ia berjalan menuju jembatan penghubung sisi lain kota Paris. Gadis mengikuti di sisinya. Kelima jari Gadis erat memegang kelima jari Michel, begitu pun sebaliknya. Mereka memasuki lorong menuju Métro.
Beberapa saat kemudian mereka tiba di Airport Charles de Gaulle. Mereka akan berpisah segera. Kedua orang tua Gadis telah menunggu di sana. Michel mengikuti Gadis dan kedua orang tuanya dari belakang. Hanya beberapa langkah, Gadis berbalik dan memeluk Michel erat. Mulutnya hendak berucap. Michel menahannya dengan jari telunjuknya. Lama jari itu berada di atas bibir Gadis. Orang tua Gadis telah memanggil. Michel menarik jarinya, berbalik dan berjalan perlahan meninggalkan Gadis dan air matanya.
Mereka telah berjanji untuk tidak berkata-kata pada detik-detik terakhir Gadis di Paris, berjanji untuk tidak mengumbar janji apapun. Bagi mereka, jika takdir adalah milik mereka, maka takdir tidak akan mengingkari janjinya. Tiada kata-kata, hanya dua pasang mata yang sarat makna.
Detik Terakhir
Posted by
Nadiah Alwi - Write at Home Mom
Labels: Indonesian
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment