Bulan Hitam

"Mak, bulannya hitam," ujar Putik, anakku.

"Hmmhh..." aku tak mampu berkata-kata. Tubuhku letih, kepalaku penat, hatiku lelah.

"Mak...Mak...Emak!" tangan mungilnya mengguncang lenganku.

"Sshh..." perintahku lirih.

Ia diam. Sedetik. Dua detik. Tiga detik.

"Mak...bulannya hitam, Mak."

Kututup mata rapat-rapat. Terbayang mereka yang berdesakan bersamaku tadi siang. Mereka yang menggencet dan digencet. Mereka yang mampu keluar dari kerumunan dan mereka yang ajalnya dijemput.

Kubuka mataku. Dan, ya, memang benar. Bulan menghitam. Mungkin mereka turut berduka.

"Mak..."

"Iya, Tik...Mak tahu. Bulannya hitam kan?" sahutku perlahan, mengirit sisa energi yang ada.

Ia menggeleng.

"Putik lapar, Mak."

Kupeluk ia erat. Sangat erat.

Kami berpelukan sambil memandang bulan yang menghitam. Putik dengan perut laparnya, aku dengan rasa syukur karena masih diberi kesempatan bernafas dan berjuang demi anakku semata wayang.

September 18, 2008

0 comments: