100 x Lebih Baik

Sebulan lagi masa liburan panjang datang. Untuk aku yang uang saku selalu pas-pasan, liburan tidak sama dengan jalan-jalan ke sana-sini, mengunjungi kota itu, pulau ini, negara itu, berbelanja ini-itu. Sama sekali tidak! *wajah serius mode on*
Aku justru dengan rajinnya berselancar di dunia maya atau membenamkan wajah di koran, mencari kata ‘part timer’ dan ‘temporer’ yang diikuti dengan kata vacancy. Tahun lalu juga begitu. Dengan suksesnya aku bisa part timer di sebuah advertising ternama. Tapi aku masih harus banyak belajar. Ya wajarlah. Saat itu aku baru semester empat. Ilmuku masih super cetek.
Nah tahun ini aku berharap dapat pekerjaan juga. Lumayan buat tambahan uang kuliah atau beli buku, supaya Mama nggak perlu teriak-teriak di pagi hari kalau tanganku sudah menengadah pasrah di hadapan Beliau dengan wajah *memelas mode on*.
Ada sekitar lima lowongan yang sudah kulamar. Hm, nggak semua berhubungan dengan grafis memang tapi cuma lima itu yang ketemu. Yang grafis cuma dua, satu customer service, satu SPG, satu sekretaris.

***

Setengah bulan menjelang liburan. Aku masih sibuk belajar untuk ujian dan bergerumul dengan bahan-bahan makalah yang entah kenapa nggak selesai-selesai aku kerjakan.
Tenonettt…tenoonononeettt…HP-ku berbunyi dan bergetar. Hm, nomor tak dikenal, kepala 520. Bohlam berbinar-binar di atas kepalaku, lambang $—eh, Rp maksudnya—memenuhi bola mata hitamku. Panggilan kerja! Tuh kan betul. Besok aku dipanggil untuk interview. Jam 4.
Eh, tunggu dulu…itu untuk posisi apa ya? Hm, kutelepon balik. Tuuutt…tuuttt…ttuutt…Waduh, sepertinya tadi itu salah satu nomor anak hunting. Bahaya! Kalau nggak tahu untuk posisi apa, bisa-bisa saltum alias salah kostum. Duh…aku harus pakai apa nih besok?

***

Trik jitu menangkis saltum, aku memakai kemeja putih model cewek bermotif garis-garis abu-abu yang dimasukkan ke dalam celana hitam. Di tasku, sudah kusiapkan sebuah jaket cordurai abu-abu yang cukup funky. Jadi kalau ternyata perusahaan itu menganut system baju bebas dan funky, aku aman.
Dan jaket pun tetap tersimpan manis di dalam tas. Aku tidak terlalu saltum. Mereka bukan sedang mencari graphic designer, ataupun CS ataupun SPG ataupun sekretaris. Mereka mencari seorang ‘junior secretary’ alias resepsionis.
Dan…know what?! Aku diterima. Aku pun menerima karena gaji yang mereka tawarkan sangat teramat menggiurkan. Aku mulai bekerja dua minggu lagi, tepat setelah aku selesai ujian dan menyerahkan semua makalah.

***

My middle name untuk hari pertamaku di perusahaan itu adalah : CANGGUNG. Aku seperti bukan diriku. Setengah hari aku di-training seorang sekretaris senior, aku sudah mulai dilepas mengerjakan ‘pekerjaanku’.
Aku panik. Lewat dari jam sepuluh, telepon seakan tidak pernah berhenti berdering. Yup, selain sebagai resepsionis aku juga ternyata bertugas sebagai operator telepon. Curaang! Pada saat wawancara, Ibu Wita, sang manajer HRD, tidak mengatakannya sama sekali.
Setelah jam makan siang, aku ke ruangan Ibu Wita.
“Bu, boleh saya minta job description untuk pekerjaan saya?” tanyaku.
“Wah, maaf, Rania, untuk posisi kamu tidak ada job description. Hm…seharusnya kamu minta sebelum kita sign kontrak. Nggak apa kan?”
Aku tentunya tidak menjawab apa-apa. Sebelum aku keluar dari ruangannya, Ibu itu berkata lagi, “Tapi di mana-mana resepsionis itu memang merangkap sebagai operator telepon.”
Aku masih tidak berkata-kata, hanya berusaha tersenyum dan meninggalkan ruangannya.
Ternyata bukan hanya kejutan itu yang ditawarkan perusahaan tempatku bekerja itu. Minggu kedua pun tiba, tepat jam delapan pagi, seorang pria yang berkedudukan sebagai salah seorang manajer di perusahaan itu masuk ke reception area, wilayahku, dengan wajah serius.
Keren banget! Tipe pria bule yang metro sexual. Namanya Mr. Harry Winston, aku diminta membantunya sambil menunggu sekreatris sebenarnya yang telah sign kontrak tapi baru bisa masuk kerja tiga minggu lagi.
Dengan semangat menggebu-gebu aku mengerjakan semua yang diinginkannya. Aku beberapa kali dipanggil ke ruangannya—saat terbaik untuk curi-curi pandang. Pertama aku harus membantunya menghubungi pemilik rumah yang disewanya, ada masalah dengan kamar mandi dan teleponnya. Kedua aku harus menghubungi beberapa klien dan membuat janji dengan mereka. Selanjutnya aku diminta mengerjakan expense report-nya ketika bepergian. Lalu ini, lalu itu, lalu begini, lalu begitu.
Sepanjang hari aku tidak bisa duduk tenang. Selain telepon yang berdering, kepalaku penuh dengan berbagai tugas menyebalkan dari sang manajer yang ganteng nan wangi. Untungnya aku menyempatkan diri makan siang walau hanya di pantry bersama seorang karyawan lainnya yang ternyata bekerja sebagai salah seorang tim dari si manajer tampan.
Dari mulutnyalah aku mengetahui beberapa sifat sang manajer yang ternyata telah cukup membuat gerah para bawahan dan rekan kerjanya. Kata si office girl, sang manajer sudah empat kali mengganti sekretaris. Ih!

***

Sesuai kontrak, aku hanya bekerja selama satu bulan. Ternyata itu memang juga sesuai dengan batasan ketahananku di perusahaan itu.
Nggak, nggak ada tawaran untuk memperpanjang kontrak.
Yang menggantikan aku datang dua hari sebelum hari terakhirku tiba. Ia mencatat semua hal yang aku kerjakan. Ia pun sangat sigap dalam menjawab telepon. Sekretaris si manajer tampan mulai bekerja juga di hari yang sama. Ia begitu perhatian dengan kebutuhan-kebutuhan pria itu. Ia juga dengan lancar membuatkan janji dengan para klien. Tanpa hambatan ia pun mampu mengatur jadwal si boss dengan baik dan rapih. Semua expense report juga tertata dengan rapi. Intinya, middle name kedua karyawan baru itu adalah KETERATURAN. Mereka lulusan akademi sekretaris. Semua tugas kesekretarisan sudah terpatri dengan demikian dalam di kepala mereka. Hebat!
Aku? Aku seniman. Pekerjaan sebagai resepsionis atau sekretaris mungkin memang tidak cocok untukku. Aku tidak bisa menikmatinya. Mereka bisa karena memang itu adalah bagian dari cara hidup atau cara berpikir atau passion mereka. Mereka menikmatinya sehingga dapat melakukan pekerjaan itu seratus kali lebih baik daripada aku. Wow!
Tapi dalam waktu sebulan itu aku belajar banyak. Aku hanya bisa menikmati pekerjaaan sebagai graphic designer karena itulah aku, itulah passion terbesarku. Mungkin aku dapat melakukan pekerjaan sebagai graphic designer seratus kali lebih baik daripada mereka.
Hm…liburan masih dua minggu lagi.
Saatnya mencari pekerjaan lagi.
Dicari :
Beberapa Graphic Designer untuk project.
Walk in interview
Senin, 12 Oktober, jam 08.00-09.00
Nah…


*Cerpen ini pernah dimuat di majalah Spice! bulan April tahun lalu seperti yang aku ceritain di sini*

*This short story was published in Spice! magazine*

0 comments: