Semalam aku terdiam di ambang jendela. Duduk dengan kedua kakiku melayang bebas. Aku memandang langit. Tak ada bintang, apalagi bulan. Hanya ada gelap.
Sejak kecil aku suka sekali duduk diam memandang langit. Tapi malam tadi adalah langit tergelap yang pernah kulihat. Bukan mendung, tapi gelap. Tak ada hujan, hanya gelap.
Lelah menengadah, terkadang aku menunduk. Aku melihat ke bawah. Hanya ada rerumputan dan beberapa mawar di setiap sudut taman di bawahku.
Lelah menunduk, aku menatap lurus ke depan. Hampa...
Baru kemarin rumah itu dirubuhkan. Suaranya bising. Tapi yang lebih terganggu bukanlah telingaku dan gendang yang ada di dalamnya, melainkan hatiku.
Seakan-akan para pekerja itu menghancurkan jiwa sahabatku, bukan rumahnya. Menghancurkannya sekali lagi, setelah ia hancur--secara harafiah--akibat tindihan kereta di atasnya dan desakan rel di bawahnya.
Dan sekarang aku hanya dapat menengadah lagi, menatap langit yang gelap. Langit tergelap yang pernah aku lihat.
Selamat jalan sahabat...entah...kapan lagi aku bisa melihatmu, utuh!
Entah...
Posted by
Nadiah Alwi - Write at Home Mom
Labels: Indonesian
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment